Kredit Bermasalah
Posting by : Muhamad Nugraha SH.i /President Director (direktur utama)Bmt Mirla
Membahas masalah kredit, tidak lepas dari pembicaraan mengenai kredit bermasalah (non performing loan). Kredit bermasalah selalu ada dalam kegiatan perkreditan bank, karena bank tidak mungkin menghindarkan adanya kredit bermasalah. Sepandai apapun para analis kredit dalam menganalisis permohonan kredit, tetap saja ada kemungkinan kredit tersebut bermasalah. Itulah sebabnya adalah hal yang wajar jika setiap bank memiliki kredit bermasalah. Tetapi sungguhpun demikian, tidak semua kredit bermasalah itu adalah kredit macet, karena kredit bermasalah adalah genre dari kualitas kredit dari mulai yang batuk-batuk hingga pada kredit yang benar-benar macet. Suatu kedit bermasalah yang tidak dikelola dengan baik akan mengakibatkan kemacetan kredit atau umum disebut sebagai kredit macet.
Terjadinya kemacetan dalam pengembalian kredit mungkin saja disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian dari pihak bank sendiri atau dari pihak nasabah, ataupun oleh karena keadaan memaksa (force majeur). Bank hanya berusaha menekan seminimal mungkin besarnya kredit bermasalah agar tidak melebihi ketentuan Bank Indonesia sebagai pengawas perbankan.
Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, membedakan kualitas kredit ke dalam 5 (lima) kolektibilitas, yaitu :
a. Lancar (L)
b. Dalam Perhatian Khusus (DPK)
c. Kurang Lancar (KL)
d. Diragukan (D)
e. Macet (M)
Kredit yang termasuk dalam golongan kolektibilitas lancar dan dalam perhatian khusus dinilai sebagai kredit yang tidak bermasalah (adalah performing loan), sedangkan kredit yang termasuk dalam golongan kurang lancar, diragukan dan macet dinilai sebagai kredit bermasalah (non performing loan). Beberapa indikator untuk penggolongan kelima kualitas kredit tersebut, adalah sebagai berikut :
a. Kredit digolongkan Lancar (L), yaitu jika memenuhi kriteria :
1) pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu;
2) memiliki mutasi rekening yang aktif; atau
3) bagian kredit yang dijamin dengan agunan tunai.
b. Kredit digolongkan Dalam Perhatian Khusus (DPK), yaitu jika memenuhi kriteria :
1) terdapat tunggakan angsuran pembayaran pokok dan/atau bunga yang belum melampaui 90 hari; atau
2) kadang-kadang terjadi cerukan; atau
3) mutasi rekening relatif rendah; atau
4) jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan; atau
5) didukung oleh pinjaman baru.
c. Kredit digolongkan Kurang Lancar (KL), yaitu jika memenuhi kriteria :
1) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 hari; atau
2) sering terjadi cerukan; atau
3) frekuensi mutasi relatif rendah; atau
4) terjadi pelanggaran kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari; atau
5) terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur; atau
6) dokumentasi pinjaman yang lemah.
d. Kredit yang digolongkan Diragukan (D), yaitu jika memenuhi kriteria :
1) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 hari; atau
2) sering terjadi cerukan yang bersifat permanen; atau
3) terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari; atau
4) terjadi kapitalisasi bunga; atau
5) dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun pengikatan jaminan.
e. Kredit yang digolongkan Macet (M), yaitu jika memenuhi kriteria :
1) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270 hari; atau
2) kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau
3) dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar.
Penting untuk diperhatikan bahwa sebelum menurunkan kolektibilitas kredit, bank akan melakukan evaluasi yang mendalam terhadap debitur-debitur yang termasuk dalam kolektibilitas non performing loan. Ini penting karena penurunan kolektibilitas kredit akan mempengaruhi kinerja bank yang bersangkutan, karena penilaian sehat tidaknya suatu bank salah satunya ditentukan dari berapa besar non performing loan bank itu. Untuk itu setiap bank secara periodik selalu melakukan evaluasi debiturnya dengan menganalisa aspek-aspek :
a. Prospek usaha
b. Kondisi keungan dengan penekanan cash flow.
c. Kemampuan membayar.
Ketiga aspek tersebut merupakan satu kesatuan untuk menilai kualitas kredit, dan tidak dapat dinilai terpisah satu sama lainnya.
Kredit bermasalah akan menjadi beban bank karena ia menjadi salah satu tolok ukur bagi Bank Indonesia untuk menilai kinerja bank itu sendiri. Untuk itu adanya kredit bermasalah, perlu penyelesaian yang cepat, tepat dan akurat, perlu dilakukan penilaian ulang secara periodik guna penentuan langkah-langkah penyelamatan dan atau penyelesaian bagi bank.
Praktek perbankan yang ada, umumnya bank-bank menggolongkan kredit ke dalam dua jenis kredit, yaitu berdasarkan jangka waktu (term) dan berdasarkan tujuan atau penggunaan kredit (utility of loan).
Berdasarkan jangka waktu (term of loan), kredit dibagi dalam :
a. Kredit jangka waktu pendek (short-term loan), yaitu kredit dengan jangka waktu tidak lebih dari 1 tahun.
b. Kredit jangka menengah (middle-term loan), yaitu kredit dengan jangka waktu 1-3 tahun.
c. Kredit jangka panjang (long-term loan), yaitu kredit dengan jangka waktu lebih dari 3 tahun.
Sedangkan berdasarkan tujuan penggunaan kredit (utility of loan), dibedakan menjadi :
a. Kredit konsumtif, yaitu kredit kepada orang perorangan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif. Contohnya Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Pemilikan Mobil (KPM), Kredit Pemilikan Sepeda Motor (KPSM) dan lain sebagainya.
b. Kredit Produktif, yaitu kredit yang diberikan untuk pembiayaan usaha-usaha produktif. Kredit produktif ini umumnya dibedakan lagi menjadi :
1) Kredit investasi, yaitu kredit untuk pengadaan barang modal atau jasa bagi usaha debitur;
2) Kredit modal kerja, yaitu kredit untuk pembiayaan modal kerja usaha-usaha debitur, termasuk untuk pembiayaan biaya produksi atau penjualannya;
3) Kredit likuiditas, yaitu kredit dari Bank Indonesia yang diperuntukan bagi bank-bank pemerintah maupun swasta guna disalurkan kembali ke berbagai sektor.
Pada hakekatnya setiap jenis kredit yang ditawarkan oleh bank didasari pada penggolongan seperti tersebut diatas. Yang berbeda hanyalah nama produknya, dimana setiap bank menamai produknya sesuai dengan karakteristik banknya.
Selain analisis 5 C ’, maka untuk mempertajam analisa, terutama terhadap permohonan kredit dalam jumlah besar, menurut Henderson dan Maness (1989 : 79) perlu ditambahkan dengan menganalisis apa yang disebut kriteria “5 P Principles”, sebagai berikut :
a. Purpose
Ini merupakan penilaian terhadap maksud permohonan kredit dari calon debitur agar penggunaan jumlah atau jenis kredit tersebut terarah, aman dan produktif serta membawa manfaat bagi pengusaha, masyarakat, bank dan otorita moneter.
b. People
Adalah penilaian yang dilakukan terhadap calon debitur tentang siapa mitra usahanya, orang atau lembaga yang mem-backup debitur, customer dan supplier, yang kesemuanya sangat penting dalam menunjang kegiatan usaha calon debitur.
c. Protection
Bilamana usaha debitur mengalami kegagalan, bank sudah harus terlindungi dengan baik dari kesulitan penyelesaian kreditnya, dan bank harus mempunyai alternatif penyelesaian dengan agunan yang dikuasai dan pengikatan yuridis sesuai ketentuan yang berlaku.
d. Payment
Penilaian juga harus dilakukan terhadap sumber-sumber pelunasan primer dan sekunder, sehingga peta pelunasan (roadmap repayment) dan kemungkinan penyelesaian kredit dapat dilaksanakan tanpa kesulitan. Ini berkaitan dengan casflow perusahaan dan variabel yang mempengaruhinya, sehingga akan lebih jelas bagaimana posisi cash in dan cash out, yang menggambarkan apakah perusahaan mengalami likuiditas usaha yang baik atau tidak.
e. Perspective
Posisi usaha debitur pada waktu yang akan datang apakah mampu mengikuti kondisi ekonomi, keuangan dan fiskal. Ini berarti merupakan proyeksi perbandingan resiko dan cashflow perusahaan. Perspektif ini dinilai dengan menggunakan kriteria :
1) Return, yaitu hasil usaha yang akan dicapai dari kegiatan yang mendapatkan pembiayaan tersebut;
2) Repayment, yaitu perhitungan pengembalian dana dari kegiatan yang mendapatkan pembiayaan kredit;
3) Risk Bearing Ability, yaitu perhitungan besarnya kemampuan debitur dalam menghadapi resiko yang tidak terduga.
Diharapkan dengan analisis 5 C ditambah dengan 5 P tersebut akan diperoleh kualitas kredit yang qualified, sehingga pada gilirannya (dalam asumsi kondisi ekonomi berjalan normal) akan terhindar dari terjadinya kredit bermasalah dikemudian hari.
0 komentar:
Posting Komentar